Kisah ini dialami oleh
seorang wanita
berinisial FN. Tujuh
tahun lamanya dia
dalam pengaruh ilmu
hitam dari Tanah
Karo ini. Tercatat
sembilan belas orang
pintar dan kyai,
pernah berjuang
untuk mengeluarkan
tiga makhluk gaib
yang bersemayam
dalam tubuhnya.
Penderitaan yang
berkepanjangan
tersebut, akhirnya
berakhir setelah dia
berumahtangga….
Kisah ini, bermula saat
kepindahanku dan
keluarga ke lingkungan
Pondok Batuan, Kel.
Tanjung Sari, Kec.
Medan Selayang, Kota
Medan, Sumatera Utara.
Peristiwa ini terjadi
delapan tahun lalu. Saat
itu, aku masih duduk di
bangku kelas 3 SMP,
tepatnya di SMPN 41
Medan. Di sekolah, aku
dipercaya sebagai
sekretaris OSIS. Maklum
saja, aku memang
sangat hobi
berorganisasi.
Sekitar dua minggu
tingal di Tanjung Sari,
aku berkenalan dengan
Kak Daning, tetanggaku,
yang kemudian menjadi
saudara angkatku.
Waktu itu, dia sudah
duduk di bangku kelas 2
SMU.
Suatu ketika, Kak
Daning mengajakku
bergabung di Remaja
Masjid di lingkungan
kami, yaitu Ikatan
Remaja Masjid (IRMA) Al
Ikhlas. Ajakan ini tak
mampu kutolak. Malam
Rabu itu, aku resmi
menjadi anggota IRMA
di kampungku. Aku pun
berkenalan dengan
sesama teman yang
bergabung di organisasi
ini.
Sudah menjadi tradisi
bagi anak-anak yang
bergabung di IRMA. Jika
ada anak perempuan
yang baru menjadi
anggota, maka tak
jarang anak laki-laki
berusaha merebut
hatinya. Termasuk pula
aku. Baru saja menjadi
anggota IRMA, malam
itu aku diantar oleh
banyak anak laki-laki.
Jadilah aku layaknya
kembang desa. Tiap
pulang dari masjid, anak
laki-laki banyak yang
mencoba mencari
perhatianku dengan
mengantarku pulang ke
rumah. Namun, tak
sedikitpun aku
menggubris mereka.
Di antara sekian banyak
anak laki-laki yang
mencoba mengambil
hatiku, ada seorang
pemuda yang sebut
saja dengan inisial WN.
Ternyata, diam-diam
WN memendam rasa
cinta kepadaku.
WN memang anak
orang terpandang di
tempat tinggalku.
Ayahnya seorang
mantan pejabat di salah
satu intansi pemerintah.
Tapi yang disayangkan,
Ibu WN yang sudah
bertitel haji diisyukan
bersekutu dengan jin.
Ibu WN yang akrab
disapa Bu Haji ini
kebetulan teman
pengajian mamaku.
Setidaknya ada empat
kali WN melayangkan
surat cintanya
kepadaku. Aku pun
kaget bukan kepalang.
Dia yang sepatutnya
menjadi abang bagiku,
karena usianya jauh
lebih tua, ternyata
memiliki maksud lain.
Aku pun menolaknya
mentah-mentah. Bukan
saja karena aku tak
menyukainya, tetapi
usiaku pun masih
terbilang bau kencur. Ya,
waktu itu aku baru 15
tahun.
Rupanya,
keganderungan WN
padaku diketahui oleh
ibunya. Suatu hari, sang
ibu mengirimkan
makanan berupa gulai
ikan kakap ke rumahku.
Mulanya, tak ada
perasaan curiga
sedikitpun dari kami
sekeluarga. Kami juga
tidak menaruh curiga
ketika Ibu WN berulang
kali mengirimkan
hantaran makanan ke
rumahku.
Anehnya, seminggu
setelah hantaran
makanan keluarga WN
yang terakhir, aku
justru menjadi teringat
dan selalu
membayangkan
pemuda yang semula
kubenci itu. Entah
bagaimana awalnya,
perasaanku selalu saja
ingin bertemu
dengannya.
Seminggu kemudian,
WN menyatakan
perasaannya lagi
kepadaku melalui
sepucuk surat. Kali ini,
aku tak kuasa
menolaknya. Sejak saat
itu, WN sering
menghubungiku. Bahkan
hampir tiap malam dia
menelponku.
Untuk menerima telpon
dari WN, aku harus
sembunyi-sembunyi.
Aku pun terpaksa tidur
di kamar belakang agar
dapat menerima setiap
panggilan telpon darinya.
Karena cintaku pada
WN, belajar ku pun
akhirnya mulai
terganggu. Kedua
orangtuaku tidak
mengetahui apa yang
sedang menimpaku.
Saat kelulusan,
prestasiku benar-benar
jatuh. Biasanya rangking
pertama, sekarang
mendadak jatuh ke
peringkat tiga.
Mama pun curiga. Dia
berusaha mencari tahu
penyebabnya. Apalagi
mama sangat berharap
aku bisa diterima di
sekolah favorit di kota
ini, yaitu SMUN 1 Medan.
Aku pun menceritakan
perasaanku kepada
mama. Mendengar
pengakuanku, mama
sangat terkejut, dan
menentang keras.
Sejak saat itu telepon
genggam diambilnya.
Aku pun seperti dipingit,
tidak boleh keluar
rumah. Sementara itu,
lambat laun WN dan
ibunya tahu dengan
sikap kedua orang
tuaku. Karena
kenyataan ini, Ibunya
WN nampaknya
menaruh dendam
kesumat.
Suatu hari, melalui
perentaraan salah
seorang temannya, WN
menyampaikan pesan
yang berisi
memutuskan hubungan
antara kami berdua.
Mendengar
keputusannya yang
tiba-tiba, aku terkejut
bukan kepalang. Hatiku
benar-benar hancur.
Aneh, memang!
Padahal, hubungan kami
saat itu hanya seperti
cinta monyet. Tapi
kenapa saat itu aku
seperti tengah
kehilangan orang yang
sangat berarti dalam
hidupku. Aku selalu
teringat WN. Parahya
lagi, aku mulai terbiasa
meninggalkan sholat.
Aku juga mulai
kehilangan gairah hidup.
Semua keluargaku,
termasuk Kak Daning,
kakak angkatku yang
mengajakku bergabung
ke IRMA, merasa heran
dengan keadaanku yang
jauh berubah. Karena
curiga, papa dan mama
membawaku ke orang
pintar di kawasan
Polonia, Meda. Menurut
paranormal tersebut,
aku terkena pelet.
Setelah meminum air
putih yang diberikannya,
keadaanku berangsur-
angsur membaik. Aku
pun dapat melupakan
WN.
Tanpa disangka dan
dinyana, pada saat
perayaan ulang tahunku
yang ke-17 WN muncul
sebagai tamu tak
diundang. Dia
memberikan kue ulang
tahun untukku. Begitu
juga dengan ibunya WN.
Dia memberi hadiah
berupa bahan kain dan
satu gelang perak.
Karena takut terjadi
sesuatu, semua
pemberian itu tidak
kusentuh sedikitpun.
Kue pemerian WN
mama berikan kepada
orang lain. Sedangkan
bahan kain untuk
membuat baju serta
gelang tersebut, dibakar
oleh mama dan papaku.
Setahun kemudian,
tepatnya saat aku
duduk di kelas tiga SMU,
aku sudah akrab dengan
RK, seorang siswa yang
merupakan personil
band di sekolahku.
Perasaan cinta remaja
pun tumbuh secara
alamiah. Mungkin karena
itu, aku pun semakin
bersemangat dan
termotivasi belajar.
Sama sekali tak kuduga,
rupanya hubunganku
dengan RK tercium oleh
ibunya WN. Wanita yang
akrab di sapa Bu Haji ini
agaknya kembali
membuat ulah dengan
dibantu para dukunnya.
Efeknya, aku pun sering
jatuh pingsang di
sekolah. Tak terhitung
lagi betapa seringnya
aku mengalami hal ini.
Aku bahkan pernah
dibawa pihak sekolah ke
salah satu rumah sakit
di kota Medan untuk
diperiksa kondisi
kesehatanku. Hasil
pemeriksaan dokter
menyatakan aku tidak
terkena penyakit apa-
apa.
Karena kejadian ini,
mama kembali
mengajakku ke tempat
Pak Harahap,
paranormal yang dulu
menyembuhkan
penyakitku. Orang pintar
ini bilang, aku kembali
terkena pelet. Menurut
dia, pelet itu berawal
dari makanan, pakaian,
juga benda-benda
lainnya yang aku terima
dari si pengirim pelet.
Syukur Alhamdulillah
Pak Harahap kembali
menyembuhkanku.
Setamat SMA, aku pun
berpisah dengan RK,
sebab dia melanjutkan
kuliah di UGM, Yogya.
Aku sendiri diterima di
salah satu Universitas
Negeri di kota lain yang
masih dekat dengan
kotaku.
Menginjak semester 2,
aku mulai kerasukan
lagi. Berawal, pada
suatu malam, aku
seperti melihat sosok
kuntilanak yang sedang
berjalan di depan
kamarku. Esok paginya,
aku menemukan
kotoran manusia persis
di sebelah jendela
kamarku. Nampaknya,
ada yang sengaja
mengirimkannya.
Jam dua siang, aku
kembali kerasukan.
Seketika itu, pikiranku
tertuju pada sosok WN.
Anehnya, menurut
cerita keluarga, saat
tak sadarkan diri, aku
mengeluarkan suara
tawa seperti laiknya
ketawanya kuntilanak.
Bahkan, aku juga
terkadang berbicara
dalam bahasa China.
Beberapa hari
selanjutnya, aku pun
bertingkah seperti
seperti laiknya seekor
ular. Memang, dalam
pandanganku, aku
melihat seekor
berwarna hijau dan
panjang.
Tak hanya itu, di saat
yang lain, aku juga
mengeluarkan suara
Begu Ganjang, hantu
khas Tanah Karo.
Menakutkan sekali.
Sejak saat itu, hari-
hariku ditemani
kerasukan makhluk
halus. Aku sempat
divonis salah satu
anggota keluargaku
menderita sakit syaraf.
Sampai suatu hari
setelah Idul Fitri, saat
bersilaturahmi ke rumah
nenekku di bilangan
Tanjung Mulia, Belawan,
Medan, aku kembali
diganggu makhluk-
makhluk gaib tersebut.
Untunglah Mbahku
punya pegangan ilmu
gaib. Saat keluargaku
turun dari mobil, aku
justru tidak bisa keluar
dari mobil, apalagi
berjalan. Sepertinya,
makhluk-makhluk gaib
itu tahu kalau aku akan
singgah di rumah orang
yang berilmu.
Papa terpaksa
menggendongku.
Anehnya, tatkala
memasuki rumah Mbah,
menurut cerita
keluargaku, mendadak
saja aku tertawa
cekikikan mirip
kuntilanak. Mbah yang
sepertinya faham
dengan keadaanku,
berusaha melakukan
komunikasi dengan
makhluk yang
bersemayam dalam
tubuhku. Beginilah cerita
yang dituturkan mama
padaku:
“ Kenapa kamu begitu?”
tanya Mbah.
Aku pun meronta-ronta
seperti sedang
kesakitan. Mbah pun
melanjutkan
pertanyaannya. “Siapa
yang melakukan
perbuatan terkutuk ini?”
Sang makhluk gaib pun
menjawab singkat, “Bu
Haji!”
“Darimana asalmu?”
tanya Mbah.
Dengan tegas, makhluk
itu menjawab, “Aku
datang dari Tanah
Karo !”
“Apa maksudmu?”
tanya Mbahku lagi
sambil matanya
melotot.
“ Aku akan
menghancurka
hidupnya! Aku dendam,
makanya jadi
perempuan jangan
sombong !” jelas sang
makhluk, jujur.
“ Dia tidak mau
menerima cinta
anakmu ?” Mbah pun
kembali mengorek
keterangan darinya.
“ Lalu kau ini siapa?”
tanya Mbah pula.
“ Aku Begu Ganjang,
suruhan Bu Haji!”
jawabku dengan
lantang.
Mendengar dialog Mbah
dengan makhluk yang
merasuki tubuhku,
mama, papa dan
keluarga benar-benar
terkejut. Mama
menangis. Pantaslah,
apa yang mama dan
papa curiga selama ini,
bahwa Bu Haji-lah biang
keladinya.
Mbah dengan paksa
mengeluarkan makhluk
tersebut dengan sebilah
keris keramat miliknya.
Sang Begu Ganjang dan
kuntilanak dalam
tubuhku pun menjerit
keras. Sejurus
kemudian, mereka pun
pergi dari jasadku walau
hanya utnuk beberapa
lamasaja....
Sialnya, di tengah
perjalanan pulang dari
rumah Mbah, aku
kerasukan lagi. Setelah
menelepon Mbah, beliau
menyarankan agar aku
dibawa ke tempat
Buya, seorang guru ngaji
di daerah Polonia. Buya
berusaha mengeluarkan
makhluk-makhluk itu
lagi. Ketika ditanya oleh
Buya, lagi-lagi jawabnya
sama, yakni Bu Haji.
Setelah diobati oleh
Buya, akupun pingsan
sampai keesokan
harinya. Buya
memberiku sebuah
cincin untuk pegangan.
Karena masih dalam
suasana lebaran,
keesokan hariya aku
kembali diajak
bersilaturahmi ke
tempat keluarga mama
di Diski, Binjai.
Siang hari yang terik itu,
tepatnya pas azan
Dzuhur, aku kerasukan
lagi. Aku kembali diobati
oleh orang pintar di
sekitar tempat tinggal
saudara mamaku. Aku
disuruh mandi kembang
besoknya, serta
menyediakan benang
tujuh warna dan
kembang tujuh rupa.
Benang tersebut
kemudian dirajah sang
dukun perempuan itu,
untuk diletakkan di
pinggangku.
“ Benang tersebut tidak
boleh dibuka atau
dilepaskan sebelum kau
menikah, ” suruh sang
nenek. Dia juga
mengingatkan, jika
keluarga Bu Haji
memberikan makanan
atau apapun, maka
jangan sekali-kali
diterima.
Setelah diobati sang
nenek, aku memang
sembuh. Selepas liburan
panjang, aku pun
kembali ke kota
tempatku kuliah.
Ringkasan cerita,
menjelang semester
empat, ada seorang
laki-laki yang suka
padaku. Namanya sebut
saja dengan inisial HF.
Tatkala HF menyatakan
perasaannya kepadaku,
beberapa waktu
kemudian, aku mulai
kerasukan lagi. Bahkan,
saat HF mengunjungiku
di rumah Tante Erni,
tempatku tinggal di
kota itu, entah syetan
apa yang merasukiku,
tibat-iba aku mengusir
HF.
Sampai akhirnya, aku
kembali diobati oleh
orang pintar. Kali ini,
yang mengobatiku
adalah Bu IT, seorang
ibu dari teman kuliahku
yang kebetulan biasa
mengobati orang-orang
kerasukan. Bu IT
menyuruh keluargaku
membuka tali benang
yang ada di pinggangku,
berikut cincin yang
diberikan Buya tempo
hari. Alasannya, benda-
benda tersebut justru
mengikat makhluk-
makhluk halus sehingga
tetap berada di
tubuhku.
Malangnya, setelah
kedua benda bertuah itu
dilepaskan dari tubuhku,
justru penyakitku
semakin parah. Aku
malah kerasukan lagi
selama lebih dari satu
minggu. Selama itu pula,
ada sembilan orang
pintar yang mencoba
mengobatiku dengan
berbagai macam cara
yang tidak masuk akal.
Salag satunya
menyuruhku merangkak
seperti binatang.
Sampai akhirnya, Tante
Erni menemukan orang
pintar di pedalaman
hutan yang jauh dari
kota. Orang tersebut
menyuruh mamaku
mengambil kopi pahit,
bawang putih dan daun
kelor untuk dimandikan
di sekujur tubuhku. Pada
saat mengobatiku,
orang tua ini mendapat
serangan bertubi-tubi
dari makhluk jahat yang
bersemayam di
tubuhku.
Atas saran orangtua ini,
mama dan papa
diperintahkan untuk
berdzikir semalam
suntuk membantu
pengobatanku. Katanya,
kalau mendengar
bisikan atau sesuatu
yang aneh jangan
dihiraukan agar
pengobatanku berhasil.
Diceritakan, sekitar
pukul dua dinihari,
mama dan papa
mendengar suara
letupan diatas atap
rumah. Namun mereka
tetap berdzikir. Seiring
dengan suara letupan
tadi, orang tua yang
mengobatiku juga
mendapat hantaman
sehingga dadanya
mendadak sakit.
Besoknya, orang tua
tersebut mencari
benang tujuh warna. Dia
juga menyiapkan bunga
macan kerah, bunga
tujuh rupa dan daun
jengkol. Semua
digunakan untuk
memandikanku.
Syukur Alhamdulillah,
setelah pengobatan ini
aku dapat kembali
menjalankan
aktivitasku sehari-hari.
Sekitar lima bulan
kemudian, aku
berkenalan dengan
seorang calon dokter
berinisial FS. Begitu
gembiranya aku tatkala
dia berniat melamarku.
Namun, saat FS mau
lamaranku, maka begitu
banyak halangan yang
menghadang hingga
orangtuaku tidak
mengijinkan
hubunganku dengan FS.
Karena kecewa aku
histeris hingga aku
jatuh pingsan. Tekanan
darahku hanya di angka
40. Hal ini membuat
semua dokter yang
merawatku terkejut.
Mereka sangat tidak
menyangka dengan
tekanan darah yang
sangat rendah itu aku
masih bisa bertahan
hidup, bahkan kemudian
sehat kembali.
Kejadian aneh terus
saja menimpaku. Saat
aku menjadi panitia
OSPEK di kampus, aku
kembali kerasukan. Aku
dibawa pulang ke rumah
oleh teman-temanku. Di
rumah, selama tiga hari
berturut-turut aku
terus kerasukan.
Keluargaku kembali
memanggil orang pintar
yang berada di
pedalaman yang pernah
mengobatiku beberapa
waktu lalu.
Namun, kali ini tak
berhasil membuatku
sembuh. Karena itulah
aku kemudian diobati
oleh Ustadz AP namun
juga tak kunjung
sembuh.
Di Medan, aku juga
sempat diobati oleh Pak
Sabirin yang tinggal
dibilangan Tanjung Sari.
Oleh Pak Sabirin, aku
dimandikan dengan
bunga kembang macan
kerah selama tiga hari
berturut-turut. Setelah
ritual pun digelar. Pak
Sabirin mencoba
mengeluarkan makhluk
jahat yang
bersemayam di
tubuhku. Makhluk yang
telah mendarah daging
tersebut yang pertama
berupa siluman ular.
Mama dan papa turut
menyaksikan proses
penarikan makhluk itu.
Tiga hari kemudian, aku
kembali diobati Pak
Sabirin. Malam terakhir,
setelah mandi, orang
tuaku diperintahkan
untuk menjagaku agar
aku tidak disetubuhi
oleh Begu Ganjang.
Di malam terakhir ini,
antara sadar dengan
tidak, tiba-tiba
pandanganku gelap.
Sepertinya ada yang
mau menindihku.
Astaghfirrullah! Aku
melihat makhluk yang
sangat menakutkan.
Tubuhnya hitam
berbulu, dan dia
berusaha menindihku.
Aku pun menjerit.
“ Jangan!”
Teriakanku ini membuat
cemas papa dan mama.
Mereka segera
membacakan ayat
Qursyi berulang-ulang
untuk melindungiku.
Hingga akupun terjaga,
dan tidak tidur sampai
pagi.
Esok paginya, kami
datang ke tempat Pak
Sabirin. Ritual pengusiran
Begu Ganjang pun
digelar. Sang Begu
mencoba melawan Pak
Sabirini.
“ Aku tidak mau pergi!
Karena aku telah diberi
makan oleh majikanku,”
tolak sang makhluk.
“ Siapa majikanmu?”
tanya Pak Sabirin.
“ Aku sudah berjanji
dengan Bu Haji, kalau
aku pergi dari tubuh
anak ini, maka aku akan
mati! Tetapi,
sebaliknya, jika aku
bertahan dalam tubuh
anak ini, maka dia tidak
akan bertahan hidup
lama, ” lata Begu
Ganjang seolah-olah dia
Tuhan.
Tiba-tiba suaraku
mendadak berubah
menjadi seorang
perempuan. Menurut
cerita mama, itu suara
kuntilanak yang
memakai tubuhku.
“ Sebenarnya aku
kasihan dengan anak ini.
Hidupnya terombang-
ambing bahkan
terancam mati!
Jodohnya tertutup!
Inilah perjanjian kami
dengan majikan kami.”
Mendengar pengakuan
dua makhluk tak kasat
mata ini, Pak Sabirin
tertawa seolah
mengejek mereka.
“ Banyak kali cakap kau
ini!” katanya dengan
logat Medan. “Cepatlah
kau pigi, atau aku
keluarkan kau dengan
paksa !”
Begu Ganjang pun
berontak dan
mengultimatum, “Aku
tidak akan keluar! Aku
selamanya akan ada
dalam tubuh anak ini !”
Mendengar ancaman
tersebut, Pak Sabirin
pun menyangkal,
“ Makhluk bodoh!
Sebentar lagi
majikanmu akan jatuh
miskin dan melarat
akibat perbuatannya
sendiri. Dan kau tidak
akan diberi makan lagi
olehnya. Dan santet
yang ada di tubuh anak
ini akan kukembalikan
padanya. ”
Akhirnya, Pak Sabirin
berhasil mengeluarkan
dua makluk tersebut.
Alhamdulillah, aku pun
kembali pulih. Aku dapat
mengikuti ritual mandi
kembang selama tiga
hari. Hari keempat, aku
kembali datang ke
tempat Pak Sabirin
untuk mencabut
pengaruh santet.
“Bu Haji menggunakan
media foto anak ini dan
sebuah boneka kecil, ”
jelas Pak Sabirin
kepadaku, mama, juga
papa.
“ Santet apa gerangan
yang melanda puteri
saya ?” tanya mamaku.
Pak Sabirin menjelaskan
dengan rinci, “Inilah
yang namanya Santet
Polong. Makhluk-
makhluk ini memang
sudah mendarah daging
dalam tubuh anak ibu.
Kalau pun nantinya
sembuh, dia rentan
kena santet, pelet dan
sejenisnya. Kecuali
pagar dirinya cukup,
rajin sholat dan
meminta perlindungan
kepada Allah SWT.”
Singkat cerita, seperti
kata pepatah: “Barang
siapa yang menanam,
maka dialah yang akan
menuai hasilnya. ”
Sekecil biji zarahpun
perbuatan manusia,
niscaya Allah SWT akan
membalasnya. Itulah
kenyataan yang terjadi
kemudian. Bu Haji, kini
hidupnya melarat.
Banyak sekali musibah
yang menimpa
keluarganya. Kabarnya,
Bu Haji pun sering jatuh
sakit.
Itulah pembalasan dari
Allah SWT terhadap
manusia yang
mendzalimi sesamanya,
bahkan melakukan
perjanjian dan
bersekutu kepada iblis.
Semoga kita semua
dapat bercermin dari
kejadian ini.
Dan kini, saat
menuturukan kisah ini,
Alhamdulillah, aku telah
menjalani hidup
berumah tangga. Aku
menikah di penghujung
2007 lalu. Dengan
demikian, tepat tujuh
tahun aku dalam
nestapa akibat
kekuatan setan Santet
Polong.
Suamiku adalah seorang
ustadz. Dia senantiasa
membimbingku untuk
memohon perlindungan
kepada Allah SWT. Kami
pun tengah berbahagia
menanti kelahiran sang
buah hati. Dengan
sholat dan banyak
membaca Al-Qur ’an,
semua hambatan gaib
yang menimpa diriku,
Alhamdulillah sudah
dapat kulalui dengan
selamat.
Home » KISAH CERITA MISTIK DAN GHAIB » TUJUH TAHUN DALAM CENGKRAMAN SANTET POLONG
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar